Jumat, 06 Juni 2014

40 hari Mak Uwo

inhale exhale...
inhale exhale...

Sebenarnya agak menyakitkan menulis tentang ini di blog.
Ada luka menganga yang belum tertutup, menerima, tapi nyeri seringkali menghampiri.

Hari itu, 28 April 2014, Mak Uwo meninggal. Tiba - tiba sesuatu yang memang kami prediksi (karena umur) terjadi, tapi seberapapun siapnya, kehilangan itu tetap selalu menyakitkan.

Sebagaimana perempuan Minang pada umumnya, Mak Uwo adalah sentral dalam keluarga, sekilas bagai tulang punggung keluarga (karena dimasa - masa mama kecil, Mak Uwo yang berjibaku masak didapur. Nyaris seharian, bangun jam 2 atau 3 pagi, ke pasar, kemudian didapur, nyaris sampai sore, sekalipun, seingat Icha, Mak Uwo punya beberapa karyawan dapur.)

Awalnya, Kamis, 24 April 2014, Mama telepon Icha, kasih kabar Mak Uwo masuk rumah sakit. Pulang sekolah, Icha ke RS. UKI di Cililitan. Ini untuk kesekian kalinya Mak Uwo masuk RS, beberapa tahun terakhir, perhatian kami tetap sama (semoga itu juga yang dirasa oleh Mak Uwo) ketika Mak Uwo masuk RS, tapi kali ini Mak Uwo berpesan untuk tidak mengabari saudara - saudara kandung Mak Uwo yang lain. Yang akhirnya menjadi bentuk sedikit penyesalan dari kakak - adik Mak Uwo yang lain mengapa tidak mengabari.

Sampai sana, jam 14, Mak Uwo sedang tidur. Tanpa bermaksud membangunkan, Icha duduk disisi Mak Uwo, tersenyum, melihat wajahnya yang sudah 26 tahun mengukir kehidupan Icha. 15 menit kemudian, seorang suster masuk, ngecheck alergi Mak Uwo, Mak Uwo bangun dan melihat Icha, sekedar kaget, lalu berkata, udara panas sekali. Tak banyak obrolan kami, karena memang Mak Uwo sedang kesakitan akibat perutnya yang terasa terbakar.

Foto terakhir Mak Uwo yang sempat Icha dokumentasikan di rumah sakit UKI, Dahlia, kamar 5


Sesekali Icha pijat - pijat kaki Mak Uwo, lalu mengipasi perut Mak Uwo, rasa panas ini, membuat Mak Uwo rewel, walau tetap sammbil tidur. Jelang jam 16, Icha sempat mengantar Mak Uwo ke kamar mandi, sekalipun Mak Uwo pakai popok, Mak Uwo tetap minta ke kamar mandi.

Mama sedang pulang kerumah, ketika Mak Uwo minta dimandikan. Akhirnya, karena Icha tidak bisa, Icha cuma me-lap dengan kain basah tubuh Mak Uwo. Jelang Maghrib, jam 17-an kalau tidak salah, mama sampai lagi dirumah sakit.

Sebelum pulang, menyempatkan diri ngobrol sama mama sambil tetap mengipasi Mak Uwo. Jelang pulang, sempat menyium Mak Uwo (yang akan menjadi ciuman terakhir ternyata).

Jumat tidak sempat ke rumah sakit, sabtu sudah ditangerang karena Ahad, Kanty (adik Mas Eka) menikah. Setelah resepsi kami (Icha dan Mas Eka) langsung pulang ke Jakarta, Senin, ini mungkin yang akan menjadi penyesalan seumur hidup Icha, sebelum masuk sekolah, sebenarnya kami punya waktu kosong, jika saja pagi itu kami sempatkan untuk ke rumah sakit, mungkin akan sempat bertemu Mak Uwo lagi selagi masih ada napas dan masih bisa bercanda dengan Ayah Uwo, mama, Tek Ijas. Ah, perih, perih sekali.

Yang masih dengan sangat jelas Icha ingat, bagaimana senin pagi Ajo Aish mem-broadcast di WA soal memohon doa untuk Mak Uwo, bagaimana suara mama yang sedang menangis meminta Icha mendoakan yang terbaik bagi Mak Uwo ditelepon, bagaimana Icha kali ini bukan meminta doa kesembuhan untuk Mak Uwo ketika sedang berbincang dengan Bu Ning, tapi meminta yang terbaik yang mungkin terjadi, bagaimana rasa nyeri dan sedih yang menyergap, kepanikan memanggil Daffi segera setelah SMS kabar Mak Uwo meninggal Icha terima.

Icha masih ingat dengan jelas, bagaimana mengendarai motor dengan air mata berlinang. Dan bagaimana semakin deras air mata yang keluar setelah melihat jenazah Mak Uwo didorong ke kamar jenazah.

Semua prosesi itu terasa aneh, terasa hampir tidak nyata.
Memandikan jenazah Mak Uwo, melihat Mak Uwo dikafani, dan dalam keadaan hujan deras, menyaksikan proses penguburan Mak Uwo.

Perih.

Hari ini, 6 Juni 2014, tepat 40 hari Mak Uwo pergi, rasanya masih aneh, setiap kali ke rumah umi, masih merasa, Mak Uwo dan Ayah Uwo masih ada dikamar, menunggu anak - cucunya datang.

H+3 Mak Uwo meninggal

Ramadhan kali ini tidak akan sama
Lebaran akan ada rongga
Tahun Baru dimana kami biasa berkumpul akan berbeda.

"Maaf untuk semua salah dan perasaan yang tersakiti, maaf untuk cicit yang hingga Mak Uwo menutup mata selamanya belum juga ada. Terima kasih untuk cinta tak bertepi 26 tahun terakhir dan selamanya. Terima kasih untuk segala hal yang telah dilakukan untuk Icha, Maaf, masih tidak sempurna menjadi cucu. Semoga Mak Uwo dilapangkan kuburnya, diampuni dosa - dosanya, dan mendapat keridhoan Allah."

22 Desember 2012, Pernikahan terakhir dalam keluarga yang Mak Uwo hadiri
- Foto itu harusnya di cetak entah dari kapan tau, dipajang dikamar Mak Uwo, tapi terlalu lama ditunda hingga seolah sudah terlalu basi- (Penyesalan selalu datang terlambat ya)