Jumat, 07 Desember 2012

Musibah?

Bismillah..

Masih terngiang nasihat seorang teman di masa lalu, yup, soalnya sekarang sudah lost contact sama beliau..

"Cha, ketika kita akan menikah nanti, akan ada 3 GANJALAN UTAMA JELANG PERNIKAHAN"
" Pertama, masalah uang, akan bingung dan kelabakan untuk memenuhi target dan harapan akan jumlah uang yang harusnya tersedia"
"Masalah mantan, atau siapapun lah dia yang tiba-tiba hadir dan datang dan tampak begitu sempurna ketimbang laki-laki yang sudah kita pilih"
"Masalah keluarga, yang ntah awalnya setuju ujug-ujug berubah ga setuju"

Saat itu, karena masih mahasiswi bau kencur (yang bahkan belum ketemu Mas sama sekali) cuma iya-iya aja. Toh Icha pikir juga masih jauuuuuuuuuuuuuuh banget sampai pada tahap MENIKAH.

Waktupun berganti, si ukhty yang berkata seperti itu alhamdulillah sudah menikah, dan sekarang, Allah sedang memberikan Icha kesempatan yang sama, merasakan deg-degannya menunggu hari-H.

2 bulan pertama persiapan pernikahan semua nyaris berjalan sempurna, hampir tidak ada rintangan yang berarti, Masalah pertama seperti nasihat sahabat Icha memang tampak. Tapi, alhamdulillah semua berjalan dengan baik akhirnya.

Memasuki bulan terakhir penantian, silih berganti ujian datang.

Masih ingat postingan Icha kemarin?
Setelah mempublish postingan itu, Bu Ning, guru kelas 2 masuk kekelas Icha dan bilang:

" Cha, mama dirampok orang"

Icha cuma bengong dan seketika nge-blank
Lah kok mama pergi tanpa bilang-bilang ke Icha, lah kok mama pergi tanpa ajak-ajak Bu Ning ataupun Bu Ida, lah kooook, masih banyak lah kok yang Icha pikirkan saat itu, mata langsung basah, bingung mau apa.

Pengen banget langsung nyusul mama ke polsek gambir (catet ya sodara-sodara, Icha dapat kabar mama di Polsek Gambir)
Sempat tanya, kok mama sampai Polsek Gambir, katanya kerampokan di Tanah Abang (Catat lagi ya sodara-sodara, infonya KERAMPOKAN).

Dalam kekalutan luar binasa itu, diingetin untuk telepon Ajo Aish, nah mulailah ga dewasanya Icha keliatan disini, marah sama jaringan indosat yang acak kadut, Icha malah bentak-bentak Ajo, ngomong dengan segala kehisterisan dan air mata yang ga mau berhenti.

Dilain sisi, otak waras Icha juga mulai sadar kalau si Daffi ada sama-sama Icha saat itu, makanya Icha berusaha tegar dan bersikap "EVERYTHING IS OKAY DEK"

Padahal bingung luar biasa.
Beberapa saat kemudian Mama telepon lagi, tau ga apa yang bikin Icha sakit?
Suara mama menangis.

Oke, Icha memang cengeng dan akan segera takluk kalau mama atau papa nangis.
Duh ga deh kalau yang nangis itu mama, papa, atau si Mas, si Ajo dan Daffi juga ga boleh deh nangis kalau bisa.

Mendengar mama nangis, Icha semakin kalut, sempat memblokir semua nomor rekening mama, dan sempat apdet status soal mama (yang Icha tau akan dibaca oleh keluarga besar).

Setelah itu, mengajar seperti biasa, walau sebentar-sebentar telepon Bu Ning dan Bu Ida (yang saat itu sedang jemput mama ke Polsek Tanah Abang), juga Ajo Aish.

Yang ada dipikiran Icha saat itu, mama di rampok, yang notabene dirampok itu pakai senjata lah ya, duh jangan dooong, jangan terjadi apa-apa.

Dilain sisi, berita ini diharamkan sampai ke telinga papa, tapi ternyata sampai juga. Berkali-kali papa telepon tapi ga Icha angkat, walau pada akhirnya, Icha telepon papa dan bicara dengan nada menenangkan dan sedikit berbohong tentang berapa jumlah uang yang hilang.

Saat itu, yang Icha tahu, mama bawa uang sekolah dan uang untuk membayar WO. Banyakkan?
Ya iyalah banyak, uang sekolah aja ada sekian puluh juta (yang sebenarnya di mama itu tinggal jutaan, karena sudah dibagi-bagi ke bendahara lain), uang WO yang sebenarnya sudah mama transfer ke WO-nya.

Jadi totalnya?
Sedikit lah, alhamdulillah, tapi bukan itu yang kemudian membuat Icha nelangsa, setelah pulang mama cerita bagaimana mama melompat turun dari Bajaj yang membawanya dan berlari disepanjang lampu merah berusaha mengejar si penjambret (ternyata mama di jambret bukan di rampok, duh Allah, makasi, sudah Kau hindarkan bahaya yang jauh lebih besar dari bunda hamba).
Membayangkan mama dengan suara seadaanya dan gemetar (yang sampai rumahpun suara mama terdengar masih gemetar) sedang orang - orang disekelilingnya hanya menjadi penonton (uuu yeeeaaaaah, orang Indonesia gitu loh, lebih suka menonton penderitaan orang lain)

Udah gitu yang menyebalkan, ketika akhirnya benar-benar tidak tahan menunggu, Icha dan Daffi memutuskan untuk menjemput mama juga, jadi total ada 5 orang yang menjemput Mama dan semuanya tidak ada yang bertemu mama.

Makin negatif lah nih otak. Mikir macem-macam.
Sepanjang perjalanan
Polsek Tanah Abang-ambasador-Kuningan mikirnya aneeeh mulu, tiap M 44 Diliatin, berharap bertemu sosok mama. Tapi alhamdulillah kemudian Aish telepon dan yang Icha dengar adalah suara mama, ga bisa berucap hamdalah saat itu, rasanya lega banget, mengetahui mama di dekat Aish, setidaknya Icha tahu, Ajo akan menjaga mama apapun resikonya.

Langsung memacu motor dengan kecepatan agak abnormal (sebenarnya pas berangkat ke Polsek Tanah Abang juga lebih aneh sih kecepatan dan gaya nyelipnya).

TKP sebenarnya bukan Tanah Abang ternyata, tapi Johar Baru, maka wajar penjemput mama tidak berhasil menemukan mama.

Apapun itu, sampai detik ini, Icha, Daffi, Ajo, dan Papa masih bersikap sangat protektif terhadap mama sampai siang tadi Icha memaksa mama memilih Icha temani ke Jatinegara atau bawa Handphone Icha.

Yang Icha tau, uang yang hilang bisa dan pasti bisa, Insya allah diganti, tapi orang tua hilang, maka separuh kebahagian seorang anak akan hilang selamanya.

*peluk erat mama*
H-15 Jelang tanggal 22 Desember
Jakarta 7 Desember 2012
10:13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar