Minggu, 03 Februari 2013

Manjakanlah anakmu, tapi jangan terlalu

Pagi ini ketika mas sedang mandi jam 5 lewat tadi, seorang wali murid menelpon-nelpon mas, Agak kaget, karena mas dihubungi ke nomor telepon yang cuma Icha, Mas, dan Kanty yang tahu nomor itu (Awalnya Icha kira begitu).  Pas diangkat, terjadi percakapan sebagai berikut:

Orang tua Siswa: Hallo pak
Icha: Iya bu, pak Eka-nya sedang mandi, ada apa ya?
OTS: Nanti setelah bapak Ekanya selesai mandi, tolong suruh telepon balik ya mba, telah terjadi tindak kekerasan pada anak saya.

-Bengong Sebentar, dalam hati membatin, hmmm, Lebay apa lagi ini-

Icha: Baik bu.

Selesai mas mandi, Icha beritahu tentang telepon tadi, reaksi Mas cuma, oh dia anak satu-satunya, jadi dimanja. ya gitu deh.

Beberapa jam berselang, orang tua tadi menelepon balik.
Dari percakapan itu kemudian diketahui ternyata si anak di pukul temannya ketika berbeda pendapat mengenai logo yang akan diterapkan dalam kaos kelas. Dan yang menyebalkan, maaf ya jika harus menggunakan kata ini, orang tua ini mengancam akan mengadukan anak yang menonjok anaknya itu ke polisi.

Seketika Icha bengong, ah fenomena apa lagi ini.

Sepertinya, tidak disekolah Icha, tidak disekolah Mas, atau bahkan hampir disetiap sekolah, ditemui orang tua siswa yang terlalu melindungi si anak. Bukan hal yang khusus lagi buat Icha, orang tua siswa datang kesekolah untuk membesar-besarkan sebuah masalah.

Dua kali sudah orang tua siswa datang ke Icha dan protes ini itu.
Yang Pertama: Orang tua datang ke Icha untuk protes karena anaknya Icha beri PR sebanyak 20 soal. Sehingga ini membuat Icha bilang ke anak dan orang tuanya, kalau tidak ingin mengerjakan PR, ya sudah, untuk anak ibu tidak akan saya beri PR, yang berakhir ribut besar karena dengan tanpa izin si orang tua memindahkan si anak kekelas A. Dan maaf saja, Icha tidak masalah murid Icha kurang, yang masalah cuma satu, bagaimana adab si orang tua ketika memindahkan anaknya tanpa izin. endingnya, si anak dipindahkan sekolah oleh orang tuanya.

Kali kedua, Icha di beri surat protes oleh salah satu orang tua karena Icha bertanya -DENGAN BAIK-BAIK DAN TIDAK DIDEPAN UMUM- karena luka lebam diwajah si anak. sebagai guru dan wali kelas anak ini, Icha merasa dia adalah tanggung jawab Icha, alih-alih orang tua si anak merasa bersyukur ada yang memperhatikan si anak, orang tua anak ini malah meminta Icha untuk tidak ikut campur akan apa yang terjadi atas anaknya.

Dan sekarang, ada lagi orang tua lebay yang dikit-dikit langsung mikir, oh anak saya disakiti, saya harus bikin bunker untuk anak saya. Yang ada Icha bengong lagi, dan bertanya ada apa ini?

Anak-anak seperti ini, cuma akan menimbulkan sebuah kekhawatiran dalam diri Icha akan masa depannya, karena tidak selamanya si Orang tua akan hidup untuk menjadi kardus pembungkus kemasannya dan memastikan si anak aman disegelnya.

Sesekali, biarkan anak terlibat dalam sebuah konflik yang membuat dia berpikir untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, bukan dengan 100% memastikan dia tidak basah, sekalipun sedang hujan deras.

-bersambung, soalnya modem mau dipinjam mas-...

Ketika menemani mas disekolah
3 Februari 2013, 14:25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar